Banyak cara mengenang jasa para pahlawan, di antaranya mengunjungi makam mereka atau pun ke situs-situs sejarah, seperti museum dan monumen. Salah satu tempat yang bisa dikunjungi di Bali adalah Monumen Perjuangan Rakyat Bali (MPRB) atau Monumen Bajra Sandhi.
Bajra Sandhi disebut juga Monas-nya Bali yang menjadi ikon Kota Denpasar dan dikelilingi Lapangan Niti Mandala Renon yang berfungsi sebagai areal publik. Lokasinya juga tak jauh dari pusat perkantoran Gubernur Bali dan DPRD Bali sehingga sangat strategis dan mudah diakses.
Mengenal Bajra Sandhi
Bali mengukir sejarah perjuangan rakyat nan heroik dan dramatis. Siapa yang tak kenal Perang Puputan, saksi kerasnya tekad rakyat Bali merebut dan mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Tempat dimana Monumen Bajra Sandhi berdiri juga menjadi lokasi berlangsungnya perang suci tersebut. Pembangunan monumen ini terinspirasi dari cerita Adiparwa, yaitu Lingga dan Yoni. Lingga menjadi bangunan utamanya, sementara Yoni bangunan dasarnya.
Bajra berarti genta atau lonceng besar. Genta yang menjulang di bagian atas monumen ini diartikan sebagai lambang perjumpaan Lingga dan Yoni, sisi maskulin dan sisi feminin atau pertemuan purusa (pria) dan radana (wanita) dalam falsafah Hindu yang memberikan kesejahteraan bagi manusia. Genta juga alat yang digunakan pemuka agama Hindu saat memimpin upacara keagamaan.
Monumen ini dibangun pada 1987 setelah dirancang sejak 1981 oleh arsitek asal Bali, Insinyur Ida Gede Yadnya. Bangunan ini kemudian diresmikan mantan Presiden Megawati Soekarnoputri pada 2003. Ada 17 anak tangga yang Anda temui di pintu utama monumen ini.
Bangunan kokoh ini juga memiliki delapan tiang agung di dalamnya dengan tinggi masing-masingnya 45 meter. Jika digabungkan, ketiga angka ini adalah simbol tanggal, bulan, dan tahun kemerdekaan RI, yaitu 17 Agustus 1945. Bajra Sandhi terdiri dari tiga bangunan utama. Lantai pertama atau lantai dasar disebut nistaning utama mandala. Di sini terdapat ruang yang memuat lengkap informasi bangunan, perpustakaan, ruang pameran, toilet, dan tempat penjualan suvenir.
Lantai kedua di sebut madianing utama mandala. Di sini terdapat kolam ikan bundar bernama Puser Tasik dengan ornamen air mancur patung katak. Kolam ini juga simbol dari Lautan Susu yang mengelilingi Giri Mandara, gunung suci yang menyimpan Tirta Amertha, air suci kehidupan.
Di empat sudut terluar lantai kedua ini terdapat Bale Bengong. Keempat balai ini biasanya digunakan sebagai tempat istirahat pengunjung sembari menikmati pemandangan kolam berisi ikan di sekeliling museum.
Lantai kedua menyajikan total 33 diorama perjuangan rakyat Bali masa penjajahan hingga kemerdekaan. Pengunjung seperti diajak bertualang dari masa ke masa dengan suguhan cerita singkat yang disajikan dalam tiga bahasa, Bali, Indonesia dan Inggris, sehingga wisatawan asing pun bisa belajar sejarah Bali di sini.
Miniatur sejarah dalam diorama ini diawali dengan kehidupan di Bali pada masa berburu dan mengumpulkan makanan, sekitar 3.000 SM. Di sini tampak manusia purba jenis Pithecanthroupus erectus sedang berburu babi hutan dengan peralatan kapak genggam. Ada juga yang memetik buah pada salah satu pohon.
Kehidupan dengan sistem banjar di Bali dimulai pada abad ke-11 M. Salah satu diorama menunjukkan suasana pertemuan di Bale Banjar yang dipimpin seorang Klian Banjar yang dihadiri para prajuru (pengurus) banjar dan krama (anggota) banjar.
Pada abad yang sama, Subak di Bali juga diperkenalkan. Ini adalah pembagian air dalam sistem irigasi tradisional yang dipimpin Klian Subak dan pengurusnya. Untuk mempersatukan semua lapisan masyarakat di Bali, Ketut Ngulesir memerintahkan rakyatnya untuk membagun Pura Dasar Gelgel. Ini tampak pada salah satu diorama diabad ke-14.
Pada 1846, I Gusti Ketut Jelantik dari Kerajaan Buleleng tampak sedang merobek surat dari Gubernur Jenderal Belanda dengan kerisnya. Hal itu dilakukannya di hadapan Raja Klungkung dan utusan Belanda. Sikapnya ini memancing perlawanan rakyat Bali di bawah pimpinan Patih Jelantik melawan tentara Belanda di depan Benteng Jagaraga. Peristiwanya dikenal dengan nama Perang Jagaraga pada 1848-1849.
Tak ingin menyerahkan kedaulatan Indonesia kepada penjajah, perjuangan rakyat Bali satu per satu bermunculan. Laskar Kusamba di bawah pimpinan I Dewa Agung Putra Kusamba menyerang kubu pertahanan Belanda yang dipimpin Jenderal Michiels pada 1849. Pimpinan tertinggi Belanda itu terbunuh dalam perang tersebut. Perang Puputan Badung dipimpin Raja Badung bersama keluarga dan rakyatnya yang berpakaian serba putih terjadi pada 1906. Mereka bertekad melawan Belanda sampai mati. Tekad inilah yang dikenal dengan istilah puputan.
Lepas dari Belanda, Bali juga sempat berada di bawah fasisme Jepang pada 1942-1945. Rakyat Bali melakukan kerja paksa di bawah siksaan tentara Jepang, mulai dari pembuatan jalan dan mengangkut barang-barang kebutuhan perang. Pada 1945 akhirnya rakyat Bali melakukan pengibaran Bendera Merah Putih dihari kemerdekaan.
Pada 16 April 1946 di rumah I Dewa Nyoman Jehen di Munduk Malang diadakan rapat untuk pembentukan DPRI Sunda Kecil di bawah pimpinan I Gusti Ngurah Rai. Perjuangan rakyat Bali setelah kemerdekaan belum berakhir, diawali dengan pertempuran besar antara pasukan Ciung Wanara di bawah pimpinan I Gusti Ngurah Rai melawan Belanda. Dalam Perang Marga itu, Ngurah Rai gugur bersama seluruh pasukannya.
Diorama terakhir menunjukkan masa-masa Bali saat mengisi kemerdekaan, 1950-1975. Pembangunan Bali berlandaskan kebudayaan dijiwai Hindu dilakukan dengan mengutamakan bidang pariwisata, kebudayaan, pendidikan, dan pertanian.
Setelah menjajaki diorama, pengunjung bisa menaiki tangga spiral yang disebut Tapak Dara. Tangga ini terdapat di tengah kolam dan merupakan akses menuju ke lantai tiga atau utamaning utama mandala. Salah seorang petugas akan mengingatkan bahwa tangga ini disucikan, sehingga wanita dalam keadaan tidak bersih atau menstruasi dilarang menapakinya.
Monumen Bajra Sandhi termasuk lokasi wisata murah namun mengagumkan di jantung Kota Denpasar, tepatnya di Jalan Raya Puputan Niti Mandala, Renon. Pengunjung wisatawan lokal cukup membayar tiket Rp 5.000 per orang (dewasa) dan Rp 2.000 (anak-anak), sedangkan wisatawan mancanegara Rp 10 ribu untuk dewasa dan Rp. 5.000 untuk anak-anak. Khusus mahasiswa cukup membayar Rp 2.000, sementara pelajar Rp 1.000 per orang.
Monumen ini buka setiap hari, kecuali hari-hari besar atau libur resmi. Pada Senin-Jumat, monumen ini buka pukul 08.30-17.00 WITA, sementara Sabtu dan Ahad (09.30-17.00 WITA). Pengunjung paling ramai datang ke monumen ini pada Sabtu dan Ahad. Biasanya mereka akan melakukan aktivitas olah raga pagi, seperti jalan sehat, atau tempat kumpul komunitas di sekitar Lapangan Renon, tempat berdirinya monumen ini terbuka gratis. Pengunjung hanya membayar tiket jika memasuki monument.