Destinasi Mistis di Lawang Sewu

Lawang Sewu merupakan salah satu bangunan bersejarah peninggalan Belanda yang berada di pusat kota Semarang. Sering kali bangunan ini dianggap mistis karena dahulunya dipakai sebagai penjara saat Jepang menduduki Indonesia.

Bangunan ini dulunya digunakan sebagai kantor administrasi untuk perusahaan kereta api di zaman Belanda. Sementara di masa pendudukan Jepang, Lawang Sewu beralih fungsi menjadi penjara. Bangunan yang bernilai sejarah dengan arsitektur indah ini kerap dijadikan warga setempat sebagai wisata horor. Penjara bawah tanah yang ada di bangunan ini menjadi tempat yang cukup angker untuk dijelajahi.

Mengenal Lawang Sewu

Destinasi bangunan bersejarah Lawang Sewu yang terletak di kota Seamarang tentu tidaklah asing. Bangunan kuno yang bergaya arsitektur Belanda ini sangatlah menarik dengan keeleganannya dan juga misteri sejarahnya. Meskipun disebut dengan ‘Lawang Sewu’ yang berari seribu pintu, sebenarnya bangunan ini hanya memiliki 928 pintu saja.

Dalam eksistensinya beberapa waktu lalu, Lawang Sewu dikenal sebagai bangunan yang angker dan penuh misteri. Hal tersebut didasari pada tanyangan televisi “Dunia Lain” yang mengambil lokasi pada bagian ruang bawah tanah dari bangunannya. Dari yang katanya angker tersebut, eksistensi Lawang Sewu juga semakin booming dan semakin banyak dikenal.

Salah satu pemandu wisata setempat, Haryono mengatakan bahwa berdirinya Lawang Sewu tidak lepas dari sejarah perkeretaan Indonesia. Lawang Sewu dibangun sebagai Kantor Pusat Perusahaan Kereta Api Swasta yang pertamakali membangun jalur kereta api di Indonesia.

Jalur itu menghubungkan Semarang dengan Vorstenlanden (Surakarta dan Yogyakarta) dengan jalur pertama Semarang menuju Tanggung p.p. di tahun 1867. Menurut cetia Haryono, di saat pendudukan Jepang di tahun 1942-1945, bangunan tersebut digunakan sebagai Kantor Jawatan Transportasi Jepang, Riyuku Sokyuku. Namun tersebar berita memilukan, bahwa ruang bawah tanah yang berisi air sebagai pendingin temperatur gedung, oleh Jepang disalahgunakan untuk merendam pejuang-pejuang Republik secara berdesakan hingga tewas mengenaskan.

Dan pada tahun 1945 Lawang Sewu digunakan sebagai Kantor Djawatan Kereta Api Republik Indonesia (DKRI). Saat agresi militer Belanda di tahun 1946, gedung itu digunakan sebagai markas tentara Belanda. Di tahun 1949 digunakan sebagai KODAM IV Diponegoro hingga tahun 1994, yang selanjutnya diserahkan kembali ke Perumka yang kini menjadi PT KAI (Kereta Api Indonesia) dan dilakukan pemugaran di tahun 2009.

Setelah Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia 17 Agustus 1945, tepatnya pada tanggal 28 September 1945 karyawan Kereta Api mengambil alih kekuasaan perkeretapian dari pihak Jepang dengan pernyataan sikap bahwa sejak saat itu urusan perkeretaapian menjadi milik Bangsa Indonesia. Sehingga momentum 28 September, ditetapkan sebagai Hari Kereta Api Indonesia.

Dan untuk para pengunjung yang ingin mengunjungi Lawang Sewu ini hanya diharuskan membayar tiket sehara 10 ribu Rupiah saja dan juga disana juga disediakan pemandu untuk menemani berkeliling, buka mulai dari pukul 07.00 WIB hingga pukul 21.00 WIB.