Mengenal Sungai Ruki di Kongo, Sungai Paling Gelap dan Hitam di Dunia

Dibandingkan dengan sungai-sungai tropis besar di seluruh dunia. Menunjukkan, Sungai Ruki merupakan sungai dengan air paling hitam di dunia, jauh lebih gelap daripada Rio Negro yang terkenal di Amazon. Dengan menggunakan sistem pengukuran, tim ilmuwan ETH Zurich, di Swiss, menemukan bahwa Ruki 1,5 kali lebih gelap daripada Rio Negro di Amazon, sungai blackwater dunia.

Dia mengemukakan meskipun Ruki hanya menempati seperdua puluh dari Cekungan Kongo, hal ini memberikan seperlima dari seluruh karbon terlarut di Kongo. Dalam penelitian ilmiah pertama mengenai sungai ini di Afrika, para peneliti menyimpulkan bahwa warna air yang sangat gelap dan hitam, disebabkan oleh tingginya konsentrasi bahan organik terlarut, yang berasal dari hutan hujan di sekitarnya.

Zat kaya karbon di Sungai Ruki ini sebagian besar terbawa melalui air hujan, yang jatuh ke vegetasi hutan yang mati dan melepaskan senyawa organik dari bahan tanaman yang membusuk. Terlebih lagi, sungai membanjiri hutan di musim hujan.

Diperlukan waktu panjang sampai berminggu-minggu agar air yang biasanya setinggi pinggang itu perlahan-lahan surut, dan pada saat itu, air tersebut akan melarutkan zat-zat organik. Bukan saja air berwarna gelap yang membuatnya menjadi istimewa.

Sungai dengan lebar satu kilometer dan bermuara di  negara Kongo, memiliki keunikan secara keseluruhan. Daerah tepi aliran sungainya, masih ditutupi oleh hutan hujan dataran rendah primer yang belum tersentuh.

Perairannya mengandung senyawa karbon organik empat kali lebih banyak dibandingkan di Kongo dan 1,5 kali lebih banyak dibandingkan di Rio Negro di Amazon. Di sepanjang pinggir sungai Ruki, terdapat rawa gambut besar yang mengandung sejumlah besar tumbuhan mati yang belum terurai, sehingga menjadikan rawa tersebut sebagai penyerap karbon yang signifikan.

Ilmuwan pun memutuskan untuk menelitinya karena jejak karbon tersebut pada gilirannya dapat menyampaikan informasi tentang asal-usul sebuah area. Bahkan, sungai Ruki juga belum pernah diteliti secara ilmiah meski ketinggian air musiman sungai telah didokumentasikan sejak tahun 1930.

Namun, hingga kini belum ada data mengenai komposisi kimia dari sungai ini. Seperti misalnya belum ada yang mengetahui berapa banyak karbon organic terlarut (DOC) yang ada di dalam air, dan juga dari mana asalnya.

Hingga akhirnya, peneliti Drake bersama teman-temannya mendirikan stasiun pengukuran di dekat kota Mbandaka, tidak jauh dari hulu sungai tempat bertemunya Sungai Ruki dan Kongo. Peneliti juga mengukur debit air setiap dua minggu dan ketinggian air harian selama setahun untuk menentukan aliran sungai tahunan. Sampel air yang terkumpul pada setiap pengkuran dikirim ke laboratorium di ETH Zurich untuk dianalisis.

Di sana ilmuwan menentukan kandungan karbon organik terlarut (DOC) sampel, serta usia bahan organik berdasarkan karbon radioaktif dalam DOC. Dan terkonfirmasi bahwa Sungai Ruki adalah salah satu sistem sungai yang paling kaya karbon organik terlarut di dunia.

Perairannya mengandung senyawa karbon organik empat kali 1,5 kali lebih banyak dibandingkan di Rio Negro di Amazon. Setelah meneliti sungai Ruki, para ilmuwan berencana untuk mempelajari anak sungai Kongo lainnya.