Pohon Cendana Memiliki Banyak Manfaat Dari NTT

Cendana telah dianggap sebagai tanaman berharga sejak ratusan tahun. Cendana sangat diminati karena aromanya yang unik dan wangi. Sebelum pedagang Eropa tiba pada sekitar abad ke-15, pedagang Cina dan India tertarik dengan wangi cendana pada tahun 610-906 Masehi. Mereka tiba di daerah yang sekarang menjadi bagian dari Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT). Artikel “Sejarah Perdagangan Kayu Cendana Di Nusa Tenggara Timur” menjelaskan sejarah perdagangan kayu cendana di masa lalu

Kawasan NTT ini memang terkenal sebagai penghasil kayu cendana dengan kualitas terbaik di dunia. Karena istimewanya pohon cendana bagi Provinsi NTT, maka pohon cendana dijadikan ikon flora identitas daerah Provinsi Nusa Tenggara Timur. Selain itu namanya juga diabadikan menjadi nama perguruan tinggi negeri di Kupang, yaitu Universitas Nusa Cendana (Undana).

Julukan “Nusa Cendana” atau pulau penghasil kayu cendana yang dimaksud di sini adalah Pulau Sumba. Dulu di Pulau Sumba inilah banyak dihasilkan kayu cendana. Selain itu, jika ditinjau dari bahasa Belanda (disebut sandelhout) dan bahasa Inggris (disebut sandalwood), pohon ini diyakini memang berasal dari wilayah sana. Hal tersebut bisa diketahui dari julukan Pulau Sumba yang diberikan orang Eropa sejak dulu, yaitu Sandalwood Island.

Cendana (Santalum album L.) memang pada mulanya diperkirakan berasal dari India, karena dijumpainya tegakan alami cendana di daerah Mysore dan daerah sekitarnya, di bagian selatan India (Bentley dan Trimen, 1880).

Akan tetapi kebanyakan pakar botani umumnya lebih meyakini bahwa pohon cendana berasal dari kepulauan Indonesia (Fischer, 1938; Felgas 1956; van Steenis, 1971), yaitu di Kepulauan Busur Luar Banda (the Outer Banda Arc of Islands) yang terletak di sebelah Tenggara Indonesia, dan yang terutama di antaranya adalah pulau Timor dan Sumba. Sejarah perdagangan kayu cendana di masa lampau, ikut menunjang bahwa pohon cendana merupakan tumbuhan asli di Nusa Tenggara Timur terutama di pulau Timor dan Sumba.

Pohon cendana wangi merupakan penghasil kayu cendana dan minyak cendana. Jika kayu cendana dalam kondisi yang sangat baik maka kayu ini bisa menyimpan aroma selama berabad-abad. Sebab itulah harga kayu cendana ini menjadi sangat mahal.

Apalagi sekarang keberadaan pohon cendana sudah mulai langka untuk dijumpai. Hal ini membuat harga pemasarannya menjadi lebih tinggi lagi. Tanaman cendana merupakan salah satu jenis tumbuhan dari marga Santalum dan termasuk dalam suku Santalaceae dari ordo Loranthaceae. Ia dapat tumbuh hingga ketinggian 11 – 15 meter, dengan diameter batang mencapai 25 – 30 cm.

Daun cendana merupakan daun tunggal, berwarna hijau, berukuran kecil-kecil, 4-8 cm × 2-4 cm. Bunga cendana berbentuk seperti payung menggarpu atau malai dengan hiasan bunga seperti tabung, berbentuk lonceng, dan panjangnya ±1 mm, awalnya berwarna kuning, kemudian berubah menjadi merah gelap kecoklat-coklatan. Buah cendana memiliki ukuran diameter 1 x 0,75 cm.

Terdapat dua jenis Cendana, yaitu Cendana Merah (red sandalwood) dan Cendana Putih (white sandalwood). Keduanya merupakan dua tanaman yang berbeda, jangan disamakan. Cendana Merah nama latinnya Pterocarpus santalinus, banyak tumbuh di daerah Funan dan India. Sementara Cendana Putih yang nama latinnya Santalum album Linn. merupakan tanaman asli atau endemik di Nusa Tenggara Timur, yang banyak tumbuh antara lain di Pulau Flores, Alor, Sumba, Solor, Adonara, Lomblen, Pantar, Timor, Rote, dan Sabu. Dari segi kualitas, keduanya juga tak sama. Kayu Cendana Merah kurang harum, tidak memiliki efek aromaterapi dan kualitasnya kurang bagus, sehingga tidak terlalu laris diperdagangkan.

Sebenarnya pohon cendana merupakan tumbuhan hemiparasite atau setengah parasit. Artinya, cendana menghabiskan setengah waktu dari hidupnya untuk menjadi parasit. Karena pada masa awal pertumbuhannya, akar cendana tidak cukup mampu untuk mendukung kehidupannya sendiri, maka pohon cendana memerlukan pohon inang. Biasanya pohon Akasia, Albasia, Dalbergia, Inga, Pongamia dan Alang-alang menjadi tanaman inang bagi cendana untuk mendukung proses pertumbuhannya. Namun, ini hanya terjadi beberapa saat saja, sampai Cendana siap untuk hidup mandiri tanpa inang lagi.

Karena pertumbuhan yang perlu inang seperti itu, budidaya pohon cendana agak rumit, sehingga lama-kelamaan populasinya terus berkurang. Apalagi ketika pemerintah dulu pernah sempat mengontrol ketat ekploitasi cendana, karena termasuk pohon yang dilindungi. Masyarakat lalu merasa tanaman Cendana tidak bernilai ekonomi. Ini membuat budidaya cendana nyaris ditinggalkan masyarakat sehingga lama-kelamaan tanaman ini pun makin langka.

Melihat keberadaan pohon cendana yang mulai langka itu tidak berlebihan jika kemudian Union for Conservation of Natural Resource (IUCN) (1997) Red List memasukkannya sebagai spesies vulnerable (rentan punah) yang berarti sedang menghadapi risiko kepunahan di alam liar pada waktu yang akan datang jika tidak ada tindakan penyelamatan yang serius.

Mulai tahun 2008, pemerintah Nusa Tenggara Timur mulai melakukan penanaman kembali pohon cendana di beberapa daerah, antara lain Kabupaten Timor Tengah Selatan, Alor, Timor Tengah utara, Belu dan lain-lain. Selain penanaman kembali pohon cendana, pemerintah NTT juga mengubah peraturan daerah agar lebih menguntungkan masyarakat, agar mereka tergerak untuk melakukan konservasi dan budidaya pohon cendana.

Kondisi tanah yang sesuai untuk pertumbuhan cendana adalah berdrainase baik umumnya di lahan kering, bertekstur lempung atau sedang) dari bahan induk batu gamping (topografi karts), batu pasir gampingan, batu lanau maupun vulkanik basa, dan tanahnya dangkal.

Pada tanah dangkal, berbatu-batu, kurang subur, pohon cendana masih dapat tumbuh dan menghasilkan kayu dengan kualitas terbaik (Haryjanto, 2009).

Cendana cocok hidup di daerah kering seperti umumnya daerah NTT. Menurut penelitian, makin stres tanaman ini karena cuaca panas atau tanah berbatu, maka aroma wanginya akan semakin meningkat. Aroma Cendana yang tumbuh di NTT ternyata jauh lebih kuat ketimbang yang ditanam di daerah Gunung Kidul, tepatnya di hutan Wanagama. Cendana memang telah coba ditanam di luar NTT. Penyebaran cendana di Indonesia saat ini meliputi Bondowoso dan Jember (Jawa Timur), Bali, Gunung Kidul (Daerah Istimewa Yogyakarta), Sulawesi serta Maluku (Rahayu dkk, 2002).

Pohon cendana terutama digunakan untuk menghasilkan kayu cendana dan minyak cendana. Kedua produk ini biasanya digunakan sebagai wewangian untuk dupa, kosmetik, parfum, dan sabun. Kaya juga dapat digunakan sebagai bahan ukiran yang indah sekaligus menyebarkan aroma yang kuat. Anda juga dapat menggunakannya untuk gagang keris, kipas tangan, meja, kursi, kusen, tempat tidur, lemari, dan lainnya.

Pohon cendana juga sering digunakan sebagai bahan makanan dan minuman, aromaterapi, dan obat tradisional. Sebagai antiplogistik (anti-inflamasi), antiseptik, antispasmodik, karminatif, astringen, diuretik, emolien, ekspektoran, relaksan, dan tonik, cendana memiliki banyak sifat. Kayau pohon cendana juga digunakan sebagai tasbih karena aromanya yang kuat timbul saat kulitnya sering terkena gesekan.