Desa Adat Sade : Mengenal Kearifan Tradisi Masyarakat Suku Sasak

Kabupaten Lombok Tengah memiliki potensi keindahan alam yang begitu eksotis. Mulai dari pantai-pantainya begitu mempesona, bukit-bukitnya yang indah, hingga hasil kerajinan tangan seperti kain tenun yang sangat artistik. Selain pariwisata, terdapat beragam warisan budaya yang menjadi penggerak perkonomian masyarakat seperti Desa Wisata yang memiliki keunikannya sendiri. Salah satunya adalah Desa Adat Sade.

Desa Adat Sade terletak di Desa Rembitan, Kecamatan Pujut, Kabupaten Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat. Desa yang mayoritas dihuni Suku Sasak ini terkenal di kalangan wisatawan lokal maupun mancanegara. Daya tarik utama desa adat ini adalah keaslian dan kearifan lokal tradisi masyarakat suku Sasak, yang dipertahankan dari masa lampau, sehingga menjadi tempat utama bagi wisatawan untuk mengenal lebih dalam tentang kearifan masyarakat Pulau Lombok.

Daya Tarik

Ada yang menjadi daya tarik wisatawan yaitu Tradisi Memoles Lantai Dengan Kotoran Sapi, Hal ini terdengar aneh, namun begitulah adanya. Desa Sade memiliki tradisi memoles lantai rumah dengan kotoran sapi. Ini merupakan tradisi yang telah turun temurun. Rumah adat masyarakat Sade masih mempertahankan keasliannya sejak masa lampau.

Menurut mereka, mengepel lantai deggan kotoran sapi dapat memperkokoh bangunan, mengusir nyamuk, dan menghangatkan ruangan saat cuaca dingin. Kotoran sapi yang telah dikeringkan dan dicampur tanah, dilumurkan di seluruh lantai bangunan, kecuali pada tempat-tempat ibadah.

Nuansa tradisonal terlihat dari posisi rumah-rumah yang berjejer dan memiliki bentuk yang sama. Arsitekturnya dibangun dengan kayu, sedangkan untuk atapnya ibuat dari pelepah daun rimbai, ijuk, maupun alang-alang.

Rangkaian banguan terdiri dari tiga bagian, seperti ruang tamu, dapur, kamar tidur, dan lantainya menggunakan tanah liat yang dilumuri kotoran sapi. Selain itu, masyarakat Desa Sade sangat menaati bahwa membangun hunian harus memperhatikan tata letak. Hunian tidak boleh dibangun di tempat bekas perapian, bekas sumur, tempat pembuangan sampah, dan susur gubug (tusuk sate) karena dipercaya akan membawa dampak kurang baik.

Terdapat lebih dari 700 jiwa yang tinggal di Desa ini. Walaupun bentuk rumahnya yang sama, bangunan rumah adat mereka memiliki tiga jenis dan penting yang diberi nama sesuai fungsi dan tujuan. Salah satu jenis bangunan di Desa Sade dinamai Bale Tani, yaitu lumbung padi, tempat penyimpanan hasil panen. Ada pula Bale Bonter sebagai tempat atau hunian untuk pejabat desa, serta Bale Kodong diperuntukan bagi para lansia untuk menghabiskan masa tuanya.

Tradisi Menenun dan Karya Perempuan Suku Sasak, Selain sebagai petani, mata pencaharian lain masyarakar di Desa Sade adalah menjual hasil karya tenunnya.

Keterampilan menenun perempuan Desa Sade telah menjadi bagian dari tradisi, karena perempuan-perempuan Suku Sasak di desa ini diwajibkan untuk bisa menenun. Jika belum mampu menenun, mereka tidak diizinkan untuk menikah. Umumnya perempuan Desa Sade telah belajar menenun sejak usia 7 hingga 10 tahun.

Hasil kain tenun yang terkenal dan menjadi ciri khas ialah songket, yang terbuat dari benang perak atau emas yang ditenun bersama benang sutra atau katun. Selain songket, terdapat pula tenun sarung, rang-rang, dan endek.

Dalam proses pembuatannya masih menggunakan alat tradisional yaitu alat tenun yang terbuat dari kayu dan bambu. Benang-benangnya juga diwarnai dengan pewarna alami. Tiap helai benang juga dipintal sendiri dari kapas, sehingga serat benang yang kuat, dan tidak mudah robek.

Kain tenun hasil dari desa ini dijual dengan harga berbeda, tergantung corak atau motif dan bahan baku yang digunakan. Semakin susah dan menarik motifnya, semakin mahal bahan yang digunakan, maka semakin mahal pula harga kainnya. Kisaran harga mulai dari puluhan ribu hingga jutaan rupiah.

Serunya, para wisatawan yang datang diizinkan untuk mencoba menenun, dipandu oleh perempuan di Desa Sade, sehingga selain belajar budaya, wisatawan dimanjakan dengan mencoba langsung menenun kain kebanggan dari Pulau Lombok ini.

Selain kain, terdapat bermacam souvenir khas Suku Sasak yang ditawarkan dengan harga yang terjangkau, seperti pernak-pernik, kaos Lombok, hiasan dinding, dan lainnya. Souvenir tersebut dijajalkan di depan rumah-rumah penduduk Desa Sade.

Setiap wisatawan yang datang berkunjung ke Desa Sade akan melihat atraksi budaya Suku Sasak, yaitu presean dan gendang belek. Presean adalah atraksi yang dilakukan dua orang pria saling berhadapan dan bertarung dengan senjata tongkat rotan dan tameng segi empat tebal dan keras yang terbuat dari kulit kerbau. Dalam atraksi, terdapat pepadu yang menjadi wasit selama berjalannya presean.

Selain pengenalan budaya, terdapat daya tarik yang cukup khas dan terkenal di kalangan wisatawan, yaitu terdapatnya pohon cinta yang berdiri di tengah-tengah pemukiman Desa. Pohon cinta ialah pohon Nangka yang telah rapuh dan lapuk dimakan usia, namun terdapat cerita di baliknya bahwa pohon ini menjadi titik pertemuan sepasang kekasih yang sedang jatuh cinta atau akan malngsungkan pernikahan.

Kemudian dari sinilah para pria Desa Sade akan membawa kabur calon istrinya. Sehingga pohon cinta ini terkenal sebagai saksi pertemuan muda-mudi yang sedang merangkai kisah cinta dan berjanji untuk bertemu dan kawin lari. Serunya, pohon cinta seirng dijadikan sebagai lokasi foto oleh wisatawan. Mengabadikan momen dengan bidikan kamera di pohon ini bersama keluarga dan pasangan.

Selain pohon cinta yang akan menunjukan perjalanan dua romansa di panggung pernikahan, terdapat pula tradisi unik, yaitu tradisi kawin lari. Kawin lari terjadi di mana pihak laki-laki sebagai calon suami akan menculik perempuan yang akan menjadi calon istrinya sebelum melamarnya. Sang perempuan dibawa dan ditempatkan di rumah saudara atau kerabatnya. Kemudian, sang laki-laki akan meminta keluarga atau kepala dusun untuk memberitahu kepada keluarga perempuan bahwa ia sudah melarikan anak perempuannya.

Menurut adat Suku Sasak, seorang perempuan yang telah dibawa lari oleh kekasihnya, harus segera dinikahkan karena peristiwa tersebut telah diketahui banyak masyarakat desa atau disebut sebagai “nyelabar”.

Sebagai Desa Wisata yang dikenal sampai mancanegara, fasilitas yang terdapat di Desa Sade sangat lengkap. Di beberapa titik area wisata telah tersedia bangunan ritel yang menjual makanan, minuman, oleh-oleh dan aneka kuliner Lombok yang wajib dicoba setelah berkunjung ke Desa ini.

Selain itu, tersedia banyak berugak (gazebo), toilet, dan mushala yang telah dikelola dengan baik untuk kenyamanan wisatawan. Tidak ada pembebanan untuk tiket di Desa Sade, wisatawan hanya perlu membayar parkir kendaraan Rp10.000 untuk motor dan Rp20.000 untuk mobil. Setelah itu, kalian hanya perlu mengeluarkan sumbangan seikhlasnya yang berada di pintu masuk Desa Sade.

Harga yang tercantum dapat tidak selalu sama dan dapat berubah sewaktu-waktu sesuai kesepakatan dari pihak pengelola wisata Desa Sade. Nah itu dia, informasi tentang Desa Wisata terkenal di Lombok Tengah. Tidak ada salahnya kalian mengunjungi Desa Sade selepas berkunjung ke Sirkuit Mandalika. Desa Sade akan menyajikan kekayaan dan keragaman budaya di sudut Indonesia yang perlu dikembangkan dan dilestarikan.