Gong Perdamaian Dunia di Maluku : Sejarah Yang Mengandung Makna Dalam Bagi Masyarakat Ambon

Dibalik  keindahan Maluku sebagai destinasi wisata yang menyuguhkan keindahan alam seperti Pantai Ora, Pulau Bair, dan beberapa objek wisata alamnya lainya. Ternyata di Maluku pernah terjadi sebuah tragedi yang sampai sekarang masih diingat oleh warganya. Bahkan tidak jarang dari warganya yang masih ketakutan dan bersedih jika mengingat kembali masa itu. Mengenang tragedi tersebut maka dibuatkan Gong Perdamaian Dunia di Ambon.

Gong perdamaian pertama kali diciptakan oleh Mr. Djuyoto Suntani selaku Presiden the World Peace Committee. Ada beberapa gong perdamaian di Indonesia, seperti gong perdamaian di Jepara, gong perdamaian di Bali, gong perdamaian di Palu, gong perdamaian di Singkawang, gong perdamaian di Ambon, dan lain-lain. Gong ini bertujuan sebagai simbol perdamaian agar tidak lagi ada perang, konflik sara, terorisme dan lain sebagainya. Museum gong perdamaian di Indonesia ada di Desa Plajan, Jepara.

Gong perdamaian pertama di Indonesia ada di Desa Plajan, Kecamatan Pakis Aji, Jepara. Usia gong ini sekitar 450 tahun dan dibuat oleh seorang wali dari kerajaan Demak guna sebagai sarana dakwah dalam mengajarkan Islam ke daerah pegunungan yang masyarakatnya masih menganut paham animisme. Alasan mengapa gong perdamaian berawal dari Desa Plajan karena terdapat Gunung Muria yang dipercaya memiliki ciri karakter yang sama dengan Gunung Muria di Yerusalem (Palestina) yang dijadikan sebagai “Gunung Perdamaian”.

Makna Gong Perdamaian Dunia di Ambon

Dari sekian banyak gong perdamaian dunia di Indonesia, salah satu gong yang wajib Anda kunjungi adalah gong perdamaian dunia di Ambon. Asal mula berdirinya gong ini memiliki makna cerita tersendiri bagi warga Ambon. Sekaligus menjadi saksi bisu tragedi kemanusiaan umat berAgama di Ambon ketika itu. Memperhatikan Ukiran 2 bunga menjadi simbol yang menggemakan betapa indahnya perdamaian. Persaudaraan yang tidak mengenal batas negara. Kerukunan yang diajarkan pada setiap Agama.

Diharapkan umat manusia menyadari dirinya merupakan satu keluarga yang tidak dipisahkan sekat agama, suku, bangsa, ideologi atau pemisah lainnya. Makna pilar berjumlah 4 berdiri melengkung menaungi Gong raksasa, seakan ingin mengatakan perdamaian harus dilindungi dan dipertahankan. Warga Ambon sudah membuktikan alamnya yang indah, nikmat di pandang, serta kerukunan. Sekaligus mahalnya perjuangan mempertahankan perdamaian. Kerusuhan, konflik sosial yang sia-sia, adalah bukti betapa mahal, tidak mudahnya mempertahankan keharmonisan.

Sejarah Pembangunan Gong

Gong Perdamaian Dunia di Ambon dibangun untuk mengenang sebuah peristiwa yang terjadi di Ambon tepat pada tahun 1999. Konflik yang bernuansa SARA ini menjadi sebuah tragedi tersendiri bagi Indonesia khususnya warga Ambon. Konflik ini menelan kurang lebih hampir 5000 nyawa.

Awal Mula Konflik

Awal dari perang Ambon bermula dengan permasalahan sederhana, dimana seorang pemuda Muslim dari keturunan Bugis ingin meminta uang kepada pemuda Kristen dari Mardika. Pemuda keturunan Bugis tersebut sudah dikenal sebagai preman di kawasan tersebut dan pemuda Mardika bekerja sebagai supir angkot. Ketika sudah berkali-kali dimintai uang, pemuda Mardika tidak mau memberi, keduanya pun bersulut amarah yang berakhir dengan pertikaian adu pukul hingga pemuda mardika membawa parang untuk membunuh.

Menyebar ke Konflik Antar Kelurahan

Preman tersebut berhasil kabur kemudian berkata kepada warganya bahwa ia akan dibunuh oleh pemuda sopir. Tanpa berpikir panjang, lantas warga marah atas kejadian tersebut dan mulai menyerang Kelurahan Mardika dengan parang, tombak, dan senjata tajam lainnya. Tidak hanya itu, ratusan rumah di Kelurahan Mardika pun dibakar serta Gereja Silale. Atas terbakarnya Gereja Silale, warga dari kampung-kampung sekitar Mardika marah dan ikut menyerang kembali warga keturunan Bugis. Akibat konflik banyak warga terluka, ratusan rumah hancur, fasilitas umum, hingga Masjid dan Gereja setempat. Konflik ini juga merambat ke beberapa wilayah di Kota Ambon hingga pada akhirnya kota Ambon menjadi porak poranda.

Pra dan Pasca Pemilu

Pada Juli 1999, suasana di Ambon sudah mulai tenang dan membaik. Tetapi hal ini tidak bertahan lama karena adanya ketegangan pemilu di daerah Poka dan meluas ke bagian Ambon lainnya. Masyarakat juga semakin waspada akan situasi dan akhirnya menyiapkan senjata untuk melindungi diri seperti parang. Tetapi tersisa satu Kelurahan yang masyarakat Muslim dan Kristen masih tetap berbaur, yaitu Kelurahan Wayame.

Kerusuhan Setelah Kunjungan Presiden

Konflik kemudian bermula kembali di Pulau Seram dan Pulau Buru, dimana pada saat itu warga telah sigap dan siaga. Setelah kunjungan Presiden dan Wakil Presiden ke Ambon, kerusuhan memuncak dan memanas di beberapa wilayah di Ambon. Konflik ini berakhir dengan hilangnya banyak nyawa dan ratusan yang terluka. Hingga Januari 2000, kerugian atas kerusuhan ini bahkan tidak terhitung lagi.

Front Kedaulatan Maluku

Pada saat krisis di Ambon, pemerintah akhirnya melepaskan tangan karena sudah tidak sanggup lagi menangani konflik yang terus berkelanjutan. Kejadian ini membuat bangkitnya Front kedaulatan Maluku yang merupakan pewaris dari Republik Maluku Selatan (RMS). Pemerintah menganggap bahwa adanya kelompok tersebut justru memperkeruh suasana di Ambon. RMS dibentuk pada tahun 1950 dan kelompok tersebut berusaha mengadvokasi kaum separatis. Dimana kemudian, RMS dianggap sebagai gerakan yang memperburuk konflik dinamika agama.

Adanya Unsur Lain

Konflik yang terjadi karena kesalahpahaman ini kemudian dimanfaatkan oleh oknum-oknum tidak bertanggung jawab demi kepentingan kelompok tertentu. Ada faktor lain yang menjadi penyebab konflik ini seperti ekonomi, sosial, dan politik. Dilansir bahwa dulunya, Ambon merupakan daerah dengan dau Agama terbesar yakni Kristen dan Islam. Isu SARA yang menjadi akar permasalahan konflik ini terjadi berulang kali yang berujung pada Ambon yang porak poranda dan berdampak pada kemiskinan dan kesengsaraan bagi warga Ambon.

Isu SARA ini berperan sebagai pemicu untuk mengadu dombakan dua kelompok besar dan menciptakan kerusuhan yang berlangsung lama. Jika ditinjau kembali, awal dari permasalahan ini hanya kesalahpahaman antara preman dan sopir angkot dan berakhir pada perpecahan antara kedua kubu yang merebut banyak korban jiwa hingga 5.000 orang lebih.

Pembangunan Gong Perdamaian

Setelah kejadian tersebut pemerintah berusaha melakukan pemulihan kehidupan di Ambon, salah satunya dengan mendirikan gong perdamaian dunia di Ambon. Gong ini diharapkan dapat membawa kedamaian di seluruh negeri khususnya di wilayah Ambon. Diharapkan warga Ambon dapat belajar dari sejarah yang ada dengan mengunjungi gong ini dan dapat hidup dengan damai.

Hingga sekarang, semenjak berakhirnya perang Ambon, daerahnya secara perlahan mulai dipulihkan dengan kesadaran penuh dari rakyat Ambon. Sejarah perang Ambon ini bisa dijadikan sebagai pelajaran bagi daerah Indonesia lainnya untuk tidak mudah terpancing yang dapat berujung pada perang panjang. Apalagi sampai melakukan perang pembunuhan karena yang menjadi korban tidak hanya pelaku tetapi juga orang lain yang tidak bersalah bahkan anak-anak yang tidak tahu masalah apapun menjadi korbannya.