Taman Nasional Kerinci Menjadi Paru-Paru Sumatera

Di puncak Gunung Kerinci, Taman Nasional Kerinci Seblat memiliki ekosistem yang sangat beragam dengan ketinggian mulai dari 200 mdpl hingga 3.805 mdpl. Menurut Laumonier (1994), ekosistem hutan Taman Nasional Kerinci Seblat dapat dikategorikan dalam beberapa tipe berdasarkan elevasi, dengan komposisi jenis vegetasi berubah sesuai dengan perubahan elevasi sebagai berikut:

Hutan Dataran Rendah

Hutan dataran rendah ini terletak di sebelah timur Bukit Barisan pada ketinggian 150-200 mdpl. Hampir semua bagian telah hilang dari dataran sedimen, tetapi masih ada beberapa di sub-stratum granit assif. Bagian barat mencapai ketinggian 300 mdpl, dengan jenis vegetasi didominasi oleh pohon keruing (Dipterocarpus spp.), dan meranti (Shorea multiflora).

Hutan Perbukitan

Hutan perbukitan di sisi barat Bukit Barisan memiliki kisaran elevasi 300-800 mdpl. Bagian timur hutan TNKS terbagi menjadi dua zona, yaitu zona perbukitan rendah (150-450 mdpl) dan zona perbukitan tinggi (450-800 mdpl). Hutan perbukitan di sisi timur dan barat memiliki kemiripan dalam struktur, tetapi mereka memiliki perbedaan dalam jenis sembulan (emergent) dan jenis kanopi. Pada batuan induk vulkanik di sisi timur Bukit Barisan jenis vegetasi didominasi oleh pohon dari family Dipterocarpaceae, Fagaceae, dan Burceraceae. Jenis yang melimpah adalah Hopea beccariana. Tinggi kanopi antara 35-40 m, tetapi pohon emergent (superdominant) dapat mencapai 55 m. Pada hutan di bukit-bukit yang curam di pantai barat, jenis pohon yang dominan adalah Sterculia sp. Bentuk variasi yang paling penting pada hutan perbukitan adalah hutan yang berkembang pada tuff vulkanik. Tanah dari batuan induk ini sangat rentan terhadap erosi sehingga mengakibatkan terbentuknya tebing-tebing. Tinggi kanopi hanya mencapai 25-30 m. Jenis dipterocarp kurang terwakili pada hutan ini.

Hutan Sub-Montana

Hutan sub-montana terletak pada ketinggian antara 800-1400 mdpl. Antara hutan sisi barat dan sisi timur Bukit Barisan, dan antara sisi selatan dan sisi utara, hanya terdapat sedikit perbedaan struktur. Masih sering ditemui kanopi dengan tinggi 35-45 m dan kanopi bawah dengan tinggi 20-30 m, serta pohon emergent dengan tinggi 50 m. Namun, pada umumnya kanopi hutan ini lebih rendah. Pada lapisan kanopi setinggi 25-30 m ,jenis famili yang paling banyak adalah suku jambu-jambuan (Myrtaceae) dan suku kastanye-kastanyean (Fagaceae). Pada kanopi dengan tinggi 10-20 m, pohon dewasa tidak banyak. Dua variasi bentuk hutan yang terdapat di hutan submontana adalah hutan bambu dan Garcinia.

Hutan Montana Rendah

Hutan montana rendah terdapat pada ketinggian 1.400-1.900 mdpl. Kenampakan hutan ini berbeda-beda menurut ukuran punggung bukit. Serasah di permukaan tanah menjadi lebih tebal karena laju dekomposisi menurun. Pohon kanopi terdiri dari famili Fagaceae, Lauracea, Theaceae, Myrtaceae, dan sejumlah Sapotaceae. Tumbuhan bawah didominasi oleh famili Myrsinaceae.

Hutan Montana Tengah

Pada hutan montana tengah dengan ketinggian 1900-2400 mdpl, persentase tanaman berdaun kecil di lapisan kanopi meningkat dan hutannya menjadi kurang rapat. Pada tipe hutan ini, vegetasi melur (Podocarpus) merupakan jenis pohon emergent dengan tinggi mencapai 25 m. Kanopi memiliki tinggi 15-20 m yang terdiri dari jenis-jenis Quercus oidocarpa, Vernonia arborea, Symingtonia populnea, Drypetes subsymetrica, Gordonia buxyfolia, Weinmannia blumet dan Polysma integrifolia. Batang pohon tertutup oleh lumut dan epifit. Lapisan kanopi bawah dicirikan oleh jenis-jenis seperti Olea javanica, Archidendron clypearia, Platea excels, Lithocarpus pseudomoluccus dan Myrsine hasetii. Di bagian atas hutan ini sering terdapat kabut terus menerus dan tumbuhan lumut yang melimpah.

Hutan Montana Atas

Vegetasi Symplocus, Myrsine, dan Ardisia merupakan genera yang paling dominan di hutan montana atas pada elevasi 2400-2900 mdpl. Pada lapisan kanopi atas (10-15 m) Symplocus cochinchinensis var sessilifolia dan Ilex pletobrachiata merupakan jenis yang dominan, sedangkan lapisan kanopi bawah (5-10 m) didominasi oleh vegetasi Ardisia laevigata, Meliosma lanceolata, dan Cyathea trachypoda.

Belukar Sub-Alpine

Pada ketinggian 2.900 mdpl dan pada ketinggian di atasnya ditemukan belukar sub alpine yang didominasi oleh vegetasi Rhododendron retusum, Vaccinum miquellii, dan Aultheri nummularoides, dan Symplocos cochinchinensis.

Selain hutan lahan kering, di Taman Nasional Kerinci Seblat juga ditemui lahan basah berhutan, diantaranya yang terkenal adalah Rawa Bento dan Rawa Ladeh Panjang. Rawa Bento terletak pada elevasi 1.375 mdpl dengan luas ± 1.000 Ha, yang terdiri dari pohon-pohon dengan tinggi 5 – 6 m, dengan diameter berkisar antara 2 – 6 cm. Rawa Ladeh Panjang terletak pada elevasi 1.900 mdpl dengan luas 150 Ha yang terdiri dari hutan rumput dan vegetasi berkayu yang memiliki tinggi kurang dari 4 – 5 m.

Zonasi  Taman Nasional Kerinci Seblat telah dilakukan  revisi pada tahun 2017. Perkembangan pengelolaan Taman Nasional Kerinci Seblat sejak ditetapkannya zonasi pada tahun 2007 sampai saat ini telah mengalami banyak perubahan terkait dengan struktur dan fungsi TNKS baik, dari sisi kondisi fisik kawasan berupa tutupan hutan, habitat dan keanekagaraman hayati yang ada, maupun perkembangan aturan pemanfaatan di dalam kawasan TNKS.

Zona dalam kawasan Taman Nasional Kerinci Seblat menurut hasil revisi terakhir tahun 2017 terdiri dari:

  • Zona Inti seluas 738.831 ha
  • Zona Rimba seluas 492.354 ha
  • Zona Rehabilitasi seluas 108.760 ha
  • Zona Pemanfaatan seluas 22.738 ha
  • Zona Khusus seluas 15.219 ha
  • Zona Tradisional seluas 11.606 ha

Taman Nasional Kerinci Seblat memiliki beragam flora dan fauna. Sekitar 4.000 spesies tumbuhan tumbuh di wilayah taman nasional termasuk bunga terbesar di dunia Rafflesia arnoldi dan bunga tertinggi di dunia, Titan Arum. Fauna di wilayah taman nasional terdiri antara lain Harimau Sumatra, Badak Sumatra, Gajah Sumatra, Macan Dahan, Tapir Melayu, Beruang Madu, dan sekitar 370 spesies burung. Untuk Fauna, terdapat dua spesies yang menjadi fokus pengelolaan, yaitu Gajah Sumatera dan Harimau Sumatera.

Taman Nasional Kerinci Seblat tentunya memiliki potensi yang sangat tinggi untuk dikelola sebagai kawasan wisata alam. Gunung Kerinci, Danau Gunung Tujuh, Danau Kaco, Air Terjun Lumpo, Rawa Bento, dan Bukit Bontak adalah salah satu bentuk destinasi wisata yang potensial.

Terdapat beberapa program prioritas dalam pengelolaan kawasan taman nasional ini, yaitu Penanganan perambahan kawasan, pemberantasan illegal logging, pemberantasan perburuan dan perdagangan satwa liar, peningkatan kemitraan konservasi, serta pengembangan pariwisata alam dan jasa lingkungan.

Selain sebagai kawasan konservasi, Balai Besar Taman Nasional Kerinci Seblat juga melakukan program pemberdayaan masyarakat sekitar kawasan. Hal ini terlihat dari keragaman usaha ekonomi kreatif masyarakat sekitar. Balai juga melakukan peningkatan kompetensi masyarakat secara berkala melalui  Program Pelatihan Kewirausahaan dan Praktek Peningkatan Kapasitas Kelompok Role Model.